Revitalisasi Pendidikan Vokasi di Indonesia
Revitalisasi
Pendidikan Vokasi di Indonesia
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang ada termasuk di Indonesia. Dengan mengembangkan SDM yang ada di Indonesia,
kita mampu hidup dan berpikir hiper-inovatif sekaligus mempertahankan ikatan
spiritualitas sebagai bentuk karakter bangsa Indonesia (BSNP, 2020). Idealisasi
manusia Indonesia yang “utuh” inilah yang didalamnya memuat gagasan kebijakan
pendidikan nasional yang dirumuskan dalam sebuah Profil Pelajar Pancasila.
Perkembangan masyarakat Indonesia akan dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan megatren. Kekuatan megatren merupakan kekuatan mendasar yang
mendorong terjadinya perubahan besar pada ekosistem global dan kehidupan. Ada
empat kekuatan besar yang menggerakkan megatrend;
1.
Dunia
yang semakin terintegrasi
2.
Konvergensi
ilmu pengetahuan dan teknologi
3.
Laju
inovasi dan teknologi disruptif
4.
Lanskap
belajar yang makin terbuka tanpa batas
Inovasi dan teknologi pendidikan telah memberikan kepada semua
masyarakat peluang terbuka untuk belajar secara demokratis-emansipatoris,
personal, dan dengan beberapa layanan belajar yang berkualitas lainnya. Dengan
begitu, kekuatan ini memberikan peluang untuk Indonesia agar meraih bonus
digital dan kekuatan daya saing dengan negara lain. Akan tetapi, mau sebagus
apapun model pertumbuhan ekonomi tidak akan mampu menciptakan lapangan kerja
sebanyak jumlah pencari kerja tanpa didukung ekosistem pendidikan yang mampu
menumbuhkan “kelas kreatif” untuk mendorong pertumbuhan kewirausahaan. Pada akhirnya,
persaingan akan kembali pada kualitas Sumber Daya Manusia.
Revitalisasi pendidikan vokasi di Indonesia masih terus diupayakan
meskipun revitalisasi pendidikan vokasi sudah dilakukan dari beberapa waktu
yang lalu. Relevansi pendidikan dengan dunia kerja. Ketepatan dan kesepadanan (link
and match), pendidikan vokasi berorientasi pada pasar kerja, dll. Dari masa ke masa pemerintahan, kebijakan
pendidikan vokasi diperbarui dan program-program unggulan selalu dikembangkan. Akan
tetapi, hasilnya seperti masih belum cukup memuaskan. Kesenjangan antara dunia
pendidikan vokasi dan dunia usaha dan dunia industri (DuDi) masih menjadi masalah
utama hingga sekarang. Pentingnya revitalisasi ini semakin ditekankan oleh
tingginya angka pengangguran, terutama di kalangan pemuda. Kurangnya skill yang
dibutuhkan industri menjadi salah satu faktor utama.
Gambar 1.1 Pengangguran pada tingkat sekolah
Tingkat pengangguran memang masih menjadi masalah sosial di Tanah air. Berdasarkan data BPS yang dirilis pada Jum’at (5/5), dari jumlah tersebut pengangguran terbanyak dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pengangguran dari lulusan SMK tercatat sebanyak 9,60% per Februari 2023. Sehingga tingkat pengangguran di Indonesia masih tinggi dan mayoritas yang menganggur berasal dari lulusan SMK yang notabene nya lulusannya disiapkan untuk langsung masuk ke dunia kerja. SMK yang diharapkan bisa memberikan jalan keluar terhadap masalah pengangguran dan kemiskinan, justru menyumbang angka pengangguran tertinggi di Indonesia. International Monetary Fund (IMF), menyampaikan bahwasanya pengangguran di Indonesia berada di urutan ke-59 dunia dan tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 5,2% pada tahun 2024. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara skill dan keahlian yang dimiliki lulusan SMK dengan kebutuhan industri. Inilah mengapa kita perlu adanya tracer study agar kita dapat mengetahui lulusan kita menjadi apa, aktifitasnya apa setelah lulus, dan lain sebagainya. Adanya tracer study juga agar kita bisa memetakan keterserapan lulusan SMK.
Bonus Demografi Indonesia
Bonus demografi merupakan suatu kondisi dimana populasi masyarakat
akan didominasi oleh individu-individu dengan usia produktif. Usia produktif
yang dimaksud kisaran rentang usia 15 – 64 tahun. Hal ini menjadi peluang besar
bagi sebuah negara untuk meningkatkan performa ekonomi industri. Indonesia
memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah tentunya harus dikelola oleh SDM
yang berkualitas pula. Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia sebagaimana
dilansir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, menunjukkan bahwa
penduduk Indonesia didominasi oleh kelompok generasi dan millennial, dimana
penduduk generasi Z (berusia 8-23 tahun) sebanyak 75,49 juta atau setara dengan
27,94%, dan penduduk millennial (berusia 24-39 tahun) mencapai 69,90 juta atau
setara dengan 25,87%, (kominfo.go.id). Jika bonus demografi ini mampu dikelola
dengan baik tentunya dapat mendorong Indonesia menuju negara maju, sebaliknya
jika tidak dapat dikelola dengan baik maka akan memicu peningkatan angka
pengangguran yang tinggi dan ini akan menjadi beban bagi negara.
Indonesia telah mengalami bonus demografi sejak tahun 2015 dengan
periode puncaknya diperkirakan terjadi pada tahun 2020-2035, dimana angka
kelahiran akan mengalami penurunan sehingga mengakibatkan persentase penduduk
usia 0-14 tahun dan rasio ketergantungan menurun. Hal ini akan menjadi peluang
sekaligus tantangan bagi Indonesia untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan bonus
demografi untuk meningkatkan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. Jumlah penduduk
usia produktif yang besar dan berkualitas dapat berperan sebagai sumber tenaga
kerja dan pelaku ekonomi yang dapat mempercepat pencapaian tujuan-tujuan
pembangunan.
Dengan adanya bonus demografi di Indonesia dan melihat banyaknya peluang negara Indonesia menuju negara yang maju, maka perlu adanya revitalisasi pendidikan vokasi. Merevitalisasi pendidikan vokasi merupakan langkah yang strategis yang diperlukan dilakukan oleh pemerintah RI untuk memanfaatkan bonus demografi dalam mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya saing bangsa sehingga menghasilkan tenaga kerja yang siap untuk mengisi peluang kerja yang tersedia di berbagai sektor industri. Revitalisasi pendidikan vokasi dilakukan secara komperehensif mulai dari memperbarui kurikulum pendidikan vokasi agar sesuai dengan kebutuhan industri dan perkembangan teknologi, meningkatkan kualitas fasilitas dan infrastruktur pendidikan vokasi, meningkatkan kerjasama antara lembaga pendidikan vokasi dengan industri, serta mengubah persepsi masyarakat terkait dengan pendidikan vokasi yang masih dianggap sebagai second choice.
Kemendikbud merumuskan langkah-langkah revitalisasi SMK yang akan dilakukan dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang unggul di setiap bidang serta memiliki daya saing sesuai dengan amanah dalam Inpres No.9 tahun 2016. Direktorat pembinaan SMK telah menetapkan lima area revitalisasi yang terdiri dari kurikulum, guru dan tenaga kependidikan, kerjasama dengan DuDi, sertifikasi dan akreditasi, serta sarana dan prasarana dan kelembagaan. Masing-masing dari lima area revitalisasi tersebut perlu diimplementasikan dengan langkah nyata demi terwujudnya sumber daya manusia yang unggul di setiap bidangnya. Perwujudan langkah nyata tersebut dilakukan dengan sepuluh langkah revitalisasi SMK antara lain, (1) Revitalisasi SDM, (2) Membangun SAS berbasis SIM, (3) Link and match dengan industri, (4) Kurikulum berbasis industri, (5) Teaching Factory, (6) Penggunaan media video tutorial dan portofolio berbasis video e-report skill, (7) Uji sertifikasi profesi, (8) Pemenuhan Sarana dan Prasarana, (9) Mengembangkan kearifan lokal, (10) Peran SMK sebagai penggerak ekonomi lokal. Berikut gambar penjelasan sepuluh langkah revitalisasi SMK.
Gambar 1.2 Sepuluh Langkah Revitalisasi SMK
Reorientasi revitalisasik SMK ini sangatlah
penting dala beberapa aspek. Hal ini bertujuan agar SMK dapat menyediakan
tenaga kerja yang terampil yang siap kerja di berbagai sektor ekonomi. Dengan
harapan keberhasilan revitalisasi di SMK ini dapat meningkatkan produktivitas
tenaga kerja Indonesia serta dapat mengurangi permasalahan pengangguran di usia
produktif. Berikut penjelasan terkait model revitalisasi SMK;
Berdasarkan gambar diatas, dapat dijelaskan bahwasanya revitalisasi
akan efektif apabila dimulai dari peningkatan SDM berbasis industri yang
efektif dan efisien. Sistem administrasi sekolah yang berbasis sistem informasi
manajemen, sehingga terciptanya keterbukaan informasi dan saling keterkaitan
antara lini kurikulum, lini kesiswaan, lini humas, lini administrasi dan dunia
industri. Dibentuk juga kelas-kelas industri dalam mencapai Link and Match.
Keterampilan yang dimiliki siswa dikembangkan sesuai dengan kearifan lokal
melalui kerjasama dengan perguruan tinggi (lembaga riset) untuk mencapai
teknoterapan. Dengan begitu, teknoterapan akan menghasilkan nilai tambah yang
akan menumbuhkan technopreneurship. Technopreneurship inilah yang
akan mengurangi pengangguran bagi lulusan SMK dengan harapan dapat meningkatkan
kesejahteraan.
Kurikulum termasuk salah satu area revitalisasi pendidikan vokasi,
tapi sejauh ini masih ditemukan angka pengangguran masih besar dikarenakan
dalam penerapannya kurikulum mudah berganti-berganti. Sekolah baru penyesuaian
dengan pengimplementasian kurikulum 2013, kemudian muncul kurikulum 2013 revisi
2018. Sekolah baru penyesuaian dengan kurikulum 2013 revisi 2018, muncul wabah
pandemic Covid-19 sehingga terjadi perubahan kurikulum yang diterapkan di
sekolah yaitu kurikulum darurat (kurikulum 2013 yang disederhanakan). Sekolah
kejuruan yang notabennya dominan pembelajaran praktikum namun karena kondisi
jadi dipaksakan menggunakan pembelajaran jarak jauh (online), sehingga kualitas
peserta didik oada tahun pandemic Covid-19 terjadi penurunan yang sangat
drastic.
Pada tahun 2023 awal, sudah mulai ditetapkan penggunaan kurikulum
baru yaitu kurikulum merdeka. Hal ini membuat sekolah memiliki kebebasan dalam
menentukan capaian pembelajaran untuk output penjagaan mutu lulusan. Dengan
begitu, kita harus bertransformasi memajukan pendidikan vokasi dimulai dari;
1.
Transformasi
paradigmatik menuju pola pikir demand-driven
2.
Transformasi
pendidikan vokasi melalui penguatan sinergitas pendidikan vokasi dengan para
pemangku kepentingan guna menciptakan ekosistem pendidikan vokasi berkinerja
tinggi
3.
Transformasi
pendidikan vokasi dengan memberikan penguatan stok kecakapan yang relevan
dengan tren industri masa depan
4.
Transformasi
pendidikan vokasi melalui penguatan pendidikan professional dan kewirausahaan
5.
Transformasi
dari pendidikan vokasi (vocational education) ke pengembangan vokasi (vocational
development) sebagai proses pembelajaran sepanjang hayat (life long
learning)
6.
Transformasi
tata kelola pendidikan vokasi menuju penciptaan institusi yang lebih otonom
Komentar
Posting Komentar